Membuat tinja septic tank jadi pupuk tanpa bau



Kegiatan yang dilakukan pemuda Desa Sembayat ini layak menjadi percontohan desa lain. Melalui Forum Kerja Ekonomi Mandiri Pemuda Sembayat (Forkems) ini mereka membuat lingkungannya menjadi lebih bersih dan zero waste.

PARA pemuda di desa ini memanfaatkan kotoran manusia atau tinja menjadi pupuk tanaman. Dan hasilnya, tanaman lebih cepat tumbuh dan subur. Terutama tanaman bunga. Bagusnya lagi, kendati terbuat dari kotoran, namun saat dijadikan pupuk tidak berbau.

“Karena keterbatasan lahan, untukpengelolahan limbah seperti septic tank maka harus icari solusinya. Daripada septic tank malah meluber mencemari air bersih, mending diambil berkala agar tak memakan tempat banyak, daripada hanya dibuang dan berpindah tempat lagi,” kata Ketua Forkems Ahmad Shodiq.

Dikatakan, pada umumnya limbah kotoran yang biasa dibuat tanaman adalah kotoran hewan. Seperti sapi, kambing dan ayam. Namun ternyata, kotoran manusia bisa dijadikan pupuk tanaman. Bahkan lebih subur dari pupuk limbah kotoran hewan lainya. “Namun sejauh ini kami gunakan dan diperjualkan untuk tanaman berbunga dan sangat subur,” lanjutnya.

Dijelaskan, feses atau tinja memberikan beberapa efek positif ketika diaplikasikan ke tanah. Pupuk ini mampu meningkatkan kemampuan tanah mengikat air dan meningkatkan kesehatan tanaman melalui kandungan unsur hara yang dimilikinya. “Pupuk feses yang sudah jadi tidak akan menarik datangnya lalat dan tidak menyebabkan polusi karena tidak berbau,” paparnya.

Kelebihanya lagi, olahan pupuk dari kotoran ini mampu menyuburkan tanaman dan lebih cepat berbuah. Dibanding dengan pupuk lainya, hasil pupuk fases membuat warna tumbuhanya lebih hijau. “Saya buktikan sendiri, beberapa tanaman dengan pupuk berbeda. Hasilnya, lebih bagus pupuk fases, warna yang dihasilkan juga berbeda, lebih hijau,”ungkapnya.

Pupuk fases buatan pemuda Desa Sembayat, saat ini hanya diterapkan pada media tanaman bunga saja. Sedangkan pada tanaman pangan seperti padi, hingga jagung, masih belum berani diaplikasikan. Selain masyarakat tak ingin mengkonsumsinya, karena fases juga belum layak uji coba pada tanaman pangan.

“Kami masih uji lab, belum tahu hasilnya. Yang jelas saya pernah mencoba pada tanaman cabai. Setelah saya memakannya, kandungan hasilnya aman-aman saja,” katanya.

Anggota Forkems Junaidi menambahkan, pembuatan pupuk cukup rumit. Sebab, ada teknik untuk menghilangkan bau dan bakteri dari feses. Itu dilakukan melalui fermentasi campuran bahan kulit padi yang setelah dibakar dicampur dengan E4. Kemudian bakteri pengurai  dedeg, dan serbuk gergaji. “Kemudian bahan tersebut dicampur menjadi satu dengan tinja manusia” terangnya.

Setelah itu proses pengeringan dalam waktu dua minggu atau 14 hari. Agar fases tidak ditumbuhi bakteri, setiap 4 hari sekali tinja yang sudah menjadi pupuk fases harus diurai. Tujuanya, agar hawa panas tidak menguap, sehingga mudah mengundang bakteri. “Empat hari sekali harus diurai, agar tidak ditumbuhi kuman. Setelah itu melewati pengemasan dan siap dijual,” jelas Junaidi.
 


0 Comments

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.